Wednesday, September 28, 2011

IMPIAN INDAH PUTRI

entry-content'>


“Ibu, tolong… sakit. Ayah, ampun… Aduh…” sudah tiga hari dia begitu. Meski merintih, merayu dan memohon namun kesakitan itu terus dilalui. Dia hanya mendengar esak tangis ibunya tanpa berani membantah.
“Aduh, ya Allah….”
“Aduh, ya Allah….”
“Subhanallah, sakitnya….” Erangan setiap kali seutas rotan mengena belakang. Bunyi libasan sudah cukup menyiat koyak lapisan hati.
“Sudahlah abang, sampainya hati awak?”
“Dengan hukuman begini sahaja mampu mengurangkan seksaan Allah padanya di akhirat nanti.” Keras benar suara General bersara itu.
“Sudahlah… bukan dia yang salah…”
“Awak juga kata, malu anak bawak perutkan? Malu sekampung akan tahu dia dinoda, kan?” sudah tidak ada libasan lagi, sakit yang baru tidak terasa, hanya pedih dari libasan sebelumnya.
“Ya, saya malu. Tapi apa boleh kita buat? Nasi sudah menjadi bubur.”
“Kalau tak pergi ke bandar hari tu, perkara ni tak kan terjadi. Aku kesal melepaskan dia. Kalau di sini aja, tunggu orang masuk meminang, tak kan ada perkara buruk berlaku.”
“Ya, saya pun kesal…”
“Sebab itu aku nak tebus kesalahannya dengan rotan ini! Nak tebus kekesalan aku!” sudah kembali menengking dia.

No comments:


Free shoutbox @ ShoutMix